"Blog yang berisi keluh-kisah dari pengalaman orang lain, pengalaman diri sendiri hingga curhatan orang lain yang namanya di samarkan"
Sabtu, 14 September 2013
Lukisan Diri
Oleh :
Rahmita Sari
Ketika
kebodohan menjamah kaum marjinal
Kesetaraan
kepintaran menjadi sesat
Mengirimkan
segala pengertian yang salah
Dan menjadi
ilmu sesat pengantar alam neraka
Mereka
merasa benar
Mereka
membuat antek yang tolol
Dan berkoar
akan adanya keberadaan dirinya
Saling
berjibaku dengan prinsip yang salah
Anggap
mereka dirinya suci
Anggap
mereka dirinya benar
Dan membuat
segala peraturan tanpa halaman agama
Dimana arti
kepintaran
Tidak ada
Karena semua
ternilai akan material
Dan mereka
salah pengertian akan ilmu yang di dengar
Seketika itu
pengikut semakin banyak
Tetapi
Yang ada
hanya ilmu yang semu
Mata
jelalatan melihat tetangga yang berada
Dan mereka
menyeletuk kata-kata fitnah
Di situ tak akan ada
nada orang penengah
Yang ada
hanya provokator akan masalah
Provokator
itu bertopeng dan memiliki tujuan yang berbenturan
Dan pengikut
kebodohan semakin goblok
Lagi-lagi
saling tunjuk
Saling lihat
Dan saling
mempersalahkan
Seakan
dirinya lepas tanggung jawab
Mata di
manjakan dengan dosa-dosa
Lidah di
latih dengan kata-kata yang wajar untuk
dunianya
Tangan
dibiasakan dengan perbuatan sadis dan harta yang bertuan
Dan kaki di
biarkan mengelilingi hal-hal tanpa tujuan yang jelas
Sekali lagi
tuhan menegur
Tapi tidak
di tempatnya
Sebab itu
peringatan
Agar sadar akan
kesalahan yang jamak di perbuatnya
Tapi itu
hanya isu dianggapnya
Manusia
lagi-lagi tertidur dalam jiwa yang hidup
Mereka
saling menggenggam kebenaran yang salah
Dan kemudian
di sebar luaskan
Di sebarkannya
benih kesesatan , fitnah dan nista
Mereka
menyembah itu
Menjadikannya
sebuah pedoman di balik kata buruk
Dan mereka
menjadi anti akan satu manusia
Kemudian mereka saling bunuh
Jahiliyah menjadi kembali
Mereka di tindas
Hingga dosa melekat di nadi pembunuh sikap
Menjatuhkan satu sama lain
Dianggap lumrah
Biasa membuat isu panas yang menyayat perlahan orang-orang
Lagi-lagi bodoh itu muncul
Trend rasa gengsi menjadi nomor satu
Hingga mereka membiasakan mengambil jerih-payah orang lain
Bagi orang-orang yang mengatakan kemanfaatan seseorang
Mereka semakin terlihat wajah buruknya
Mereka senang akan kepintarannya
Yang seperti parasit di kulit kerbau
Sungguh mereka yang suka menghalalkan segala cara
Lebih baik di hindari
Apa manfaat hidup jika bersinggungan dengan keburukan
Tuhan masih pengasih
Satu per satu mata hati terbuka
Dan mereka terhindar dari parasit dunia yang ada
Kapan
Oleh : Rahmita Sari
Suara itu bergemuruh
Amat keras dentumannya
Hingga pusara terbelah
Dan pijakan langit ingin
runtuh
Menghujam segala benda
langit menyerang
Membabibuta dan menusuk
tanah hingga lubang menganga
Menanti
Semua diam dalam kebingungan
Berhamburan
Berlari menuju altar suci
dan kiblat
Apakah ini musibah besar
Musibah yang akan menelan
lautan manusia
Jika ini ujian
Tuliskan pesan di langit
Tuhan
Dan seperti biasa doa itu
belum di jawab
Hingga waktunya tiba
Hewan menjadi sangat bringas
Dan segala golongan
berkumpul
Tapi mereka lenyap
Lenyap tersapu serpihan
pasir yang membumbung dari langit
Segala wajah terhampar rasa
malu
Wajah seakan pucat tapi
masih sadar dalam jiwa yang kuat
Jiwa itu tiba-tiba melayang
Melayang mendekati cermin dosa
dalam hidup
Namun jiwa itu lenyap
perlahan
Lautan manusia di bayangi
bayang-bayang dosa
Tapi itu sudah terlambat
Dan menjadi abu yang hilang
dalam lautan darah
Tiba-tiba langit menjadi
mega
Aorora di mana-mana
Dan kota besar itu terbentur
luapan laut
Suaranya terdengar dari
kejauhan
Seperti suara Pac Man yang
menghujam Jepang
Namun lebih besar korbannya
Hingga sungai di penuhi
darah manusia
Teriakan itu lagi-lagi
terdengar
Suara jeritan yang tertanam
rasa sakit luar biasa
Raungan demi raungan di
perdengarkan
Hingga telinga menjadi sakit
dan gendang pun pecah
Umat itu pun hilang dalam
suara bising angin tornado
Sebagai penutup akan
kehidupan
Gunung itu terbentur langit
Meratakan segala tanah dan
api yang muncul karena lava
Dan galaksi itu hilang
Jumat, 13 September 2013
Menjauh
Pandangan hidup "ingin diam"
Karena banyak pengalaman yang membuat ku belajar
Kenapa harus diam
Apa yang terjadi
Diam seakan aman
Tidak menggubris masalah orang
Tidak membuat mulut ini kotor
Dan tidak menyakiti hati
Dahulu saat umur ku15 tahun aku bertemu bermacam orang
Dan itu lah pengalaman pertama bertemu orang yang bersampul suci
Pandangannya seakan hangat seperti seorang teman
Tapi ternyata kejam seperti serigala namun bertubuh babi
Dan aku tertular
Aku menjauh hingga batas aku ciptakan
Sebab itu bukan langkah yang baik
Hidup tidak seharusnya mengecam pribadi
Tapi mulut seakan pedang yang hidup
Lelaki atau wanita sama saja
Alim atau kotor
Juga sama saja
Berdasi dan pengemis itu sama saja
Saling berkompetisi saling tuduh dan bunuh
Dalam syaraf otak ku
Mengalir pesan
Jaga ketentraman
Namun itu hanya ide sederhana yang amat konyol
Jika punjaga ingin hidup 1000 tahun lagi
Aku ingin mati
Mati dalam ketentraman hati yang sufi
Mati tidak membawa segala macam perkara
Mati mewariskan sebuah pemahaman hidup yang baik
Bukan mati memberi warisan kebencian dan kesyrikan
Aku bingung dengan keadaan dunia
Semua ingin menjadi nomor satu
Hingga di pelosok tidak lagi terjamah gabah
Apa yang salah
Pemikiran ku yang kecil itu jawabnya
Aku mulai mengabaikan satu persatu
Tidak ingin berkecamuk dengan empati orang
Sebab lelah hati ini di kecewakan
Aku membuat hati yang mati
Namun aku bertuhan
Jika aku mendengar kuliah shubuh
Sikap ku yang salah
Tapi aku belum bertemu orang yang tepat
Orang yang sama dengan pemikiran ku
Jika melihat orang yang mengeluh
Aku selalu tertawa
Seakan masih banyak orang yang tidak pernah bersyukur
Aku membuka mata lebih jauh
Ternyata masih banyak orang yang tidak sadar akan dirinya
Sebagai orang yang munafik
Namun ia saling tunjuk
Saling menertawakan diri dalam pertemuan
Sebab hati saling berontak
Jika suatu saat nanti mereka sadar
Aku tidak akan ada lagi di sini
Tidak melihat
Namun tersenyum
Betapa cerobohnya sikap sifat dan mulut yang mereka pertontonkan
Karena banyak pengalaman yang membuat ku belajar
Kenapa harus diam
Apa yang terjadi
Diam seakan aman
Tidak menggubris masalah orang
Tidak membuat mulut ini kotor
Dan tidak menyakiti hati
Dahulu saat umur ku15 tahun aku bertemu bermacam orang
Dan itu lah pengalaman pertama bertemu orang yang bersampul suci
Pandangannya seakan hangat seperti seorang teman
Tapi ternyata kejam seperti serigala namun bertubuh babi
Dan aku tertular
Aku menjauh hingga batas aku ciptakan
Sebab itu bukan langkah yang baik
Hidup tidak seharusnya mengecam pribadi
Tapi mulut seakan pedang yang hidup
Lelaki atau wanita sama saja
Alim atau kotor
Juga sama saja
Berdasi dan pengemis itu sama saja
Saling berkompetisi saling tuduh dan bunuh
Dalam syaraf otak ku
Mengalir pesan
Jaga ketentraman
Namun itu hanya ide sederhana yang amat konyol
Jika punjaga ingin hidup 1000 tahun lagi
Aku ingin mati
Mati dalam ketentraman hati yang sufi
Mati tidak membawa segala macam perkara
Mati mewariskan sebuah pemahaman hidup yang baik
Bukan mati memberi warisan kebencian dan kesyrikan
Aku bingung dengan keadaan dunia
Semua ingin menjadi nomor satu
Hingga di pelosok tidak lagi terjamah gabah
Apa yang salah
Pemikiran ku yang kecil itu jawabnya
Aku mulai mengabaikan satu persatu
Tidak ingin berkecamuk dengan empati orang
Sebab lelah hati ini di kecewakan
Aku membuat hati yang mati
Namun aku bertuhan
Jika aku mendengar kuliah shubuh
Sikap ku yang salah
Tapi aku belum bertemu orang yang tepat
Orang yang sama dengan pemikiran ku
Jika melihat orang yang mengeluh
Aku selalu tertawa
Seakan masih banyak orang yang tidak pernah bersyukur
Aku membuka mata lebih jauh
Ternyata masih banyak orang yang tidak sadar akan dirinya
Sebagai orang yang munafik
Namun ia saling tunjuk
Saling menertawakan diri dalam pertemuan
Sebab hati saling berontak
Jika suatu saat nanti mereka sadar
Aku tidak akan ada lagi di sini
Tidak melihat
Namun tersenyum
Betapa cerobohnya sikap sifat dan mulut yang mereka pertontonkan
Nurani
Sesekali Hanya satu kali
Dalam hidup ini memiliki kepercayaan
Hingga suatu saat aku bisa dapat berdiri
Bukan sekedar tertawa miris
Tetapi ego
Ego yang membuat sebuah jati diri
Situasi dahulu bukan yang sekarang
Kecewa tidak akan lagi aku lihat
Aku tidak akan membuka pintu ke dua
Tidak akan
Sekali tidak
Tetap tidak
Jika mereka memanggil
Aku tidak akan menoleh
Sebab aku sudah kecewa
Kecewa yang tidak akan ada dua kalinya
Hingga aku bertemu seorang pendengar
Bukan karena keberadaan ku
Namun simpati terhadap cerita ku
Ia mendengar hingga diriku ingin muntah karena cerita ku
Akhirnya aku menemukan buku
Buku yang amat berharga di lautan manusia
Dia adalah buku yang dapat menyimpan segala kepercayaan ku
Aku berpura-pura
Tidak melihat
Tidak mendengar
Dan aku tidak akan pernah mengingatnya
Kini hanya dia penyemangat ku
Kini aku tidak akan mempercayai siapa pun
Siapa pun
Satu pun
Seorang pun
Dalam hidup ini memiliki kepercayaan
Hingga suatu saat aku bisa dapat berdiri
Bukan sekedar tertawa miris
Tetapi ego
Ego yang membuat sebuah jati diri
Situasi dahulu bukan yang sekarang
Kecewa tidak akan lagi aku lihat
Aku tidak akan membuka pintu ke dua
Tidak akan
Sekali tidak
Tetap tidak
Jika mereka memanggil
Aku tidak akan menoleh
Sebab aku sudah kecewa
Kecewa yang tidak akan ada dua kalinya
Hingga aku bertemu seorang pendengar
Bukan karena keberadaan ku
Namun simpati terhadap cerita ku
Ia mendengar hingga diriku ingin muntah karena cerita ku
Akhirnya aku menemukan buku
Buku yang amat berharga di lautan manusia
Dia adalah buku yang dapat menyimpan segala kepercayaan ku
Aku berpura-pura
Tidak melihat
Tidak mendengar
Dan aku tidak akan pernah mengingatnya
Kini hanya dia penyemangat ku
Kini aku tidak akan mempercayai siapa pun
Siapa pun
Satu pun
Seorang pun
Langganan:
Postingan (Atom)