Minggu, 07 Juli 2013

Besar Pengaharapan Daripada Usaha

Cuaca tidak mendukung, ban motor kempis rasanya ingin menangis namun hati ku terbuat dari baja. Baja rongsokkan, aku tertatih mendorong motor demi mengirim cerpen ku. Dalam keramaian aku tertunduk melihat segala realitas yang ada bahwa manusia tidak ada rasa peduli di era sekarang. Akhirnya sampai di sebuah bengkel kecil di daerah Sultan Agung.

"Pak, bocor" jelas ku.
"Bocor-bocor" bapak tambal ban menirukan logat iklan cat terkenal.
"Hahaha, mirip bapak ini kayak iklan cat" sambil menyerahkan kunci motor.
"Tenang aja mbak, 15 menit langsung selesai" jawab bapak penambal ban.
Aku terdiam mengamati, sulitnya mengutak-atik ban yang sudah kempis itu kemudian blepotan oli di tangan. Mungkin bagi sebagian ahli penambal ban itu sangat mudah namun jika tugas itu diberikan kepada seorang mahasiswa paruh waktu seperti ku mungkin roda bisa menjadi pedal motor, aku sambil bergumam dalam hati.

"Dek mau ke penerbit yah?" tanya pak penambal ban.
"Ia, kok tau bapak dukun yah??" tanya ku dengan humor.
"Hah, adek tau aja...tapi sekedar saran jika kamu ke penerbit perlu banyak usaha"
"Usaha apa, pak??" tanya ku heran
"Jangan herman, itu mah pak walikota" jawab bapak penambal ban.
"Hahaha, bapak ngelawak tapi saya penasaran pak , kenapa emang??" tanya ku kembali.
"Yah, dulu pernah ada penulis sama seperti kamu tapi dia di tolak diterbitkan novelnya kemudian dia marah-marah eh ga taunya di jalan kempes ban seperti kamu" jelas pak penambal.
"Oh, ia pak pasti, saya banyak usaha" aku menjawab sambil berasumsi negatif.

Setelah 25 menit ngobrol dan bapak penambal ban menyelsaikan ban motor ku yang kempis, aku berpamitan dan membayar sesuai jasa yang ku perlukan. Pak penambal ban tersenyum sambil menepuk bahu ku, mengisyaratkan FIGHTING. Aku berlalu menuju penerbit seetulnya ini pertemuan yang ke 4 kalinya , dalam hati semoga dapat di terima kerja keras ku selama 5 bulan lebih.

Beberapa hari kemudian aku mendapat e-mail, yah agak serius aku membacanya sebab dari penerbit e-mail tersebut, ternyata aku disuruh kembali ke kantor. 30 menit perjalanan aku sampai ke kantor penerbit, hati ku sudah lirih pasti penerbit menolak menerbitkan novel dan cerpen ku. Aku naik ke lantai 2 yang bersekat pembatas staf.

"Selamat pagi mbak sari, selamat novel Anda kami ACC tapi kami punya permhonan lain"
jawab staf penanggung jawab.
"Hhaah,.masa mas saya ga mimpi khan" tanya aku dengan memasang muka super bego.
"Ia,.jika jawaban mbak begitu pasti mbak negatif thinking yah waktu mau ke sini??"
tanya staf penanggung jawab kembali.
"ia sih,..mas yaudah permohonan lain apa mas ??" tanya ku dengan was-was.
"ia, saya mau mbak jadi cerpenis tetap kami, soalnya mbak dari SMP yah sering ngirim cerpen, dengan puisi"tanya mas tersebut.
"hah,.saya ga salah denger?,.... jawaban saya mah jelas mau lah mas" aku menjawab sambil tidak bisa menyembunyikan senyum sumringah.
"yah mulai minggu ini mbak bisa ngirim beberapa cerpen mbak, dan karya sastra mbak "
"Oh,.makasih mas,.tapi boleh minta minum ga mas"
"Oh bilang dong mbak kalo haus" jawab staf penanggung jawab.
"Makasih" aku menganggukan kepala sambil meminum air mineral gelas.
Selepas pulang dari penerbit, aku mampir ke penambal ban motor yang dulu pernah menambal ban motor ku.
"Pak, saya bisa ngirim karya saya,..nah ini sekedar saja saya punya rejeki buat bapak, yang udah nasihatin saya terima kasih pak" jelas ku.
"Hah, kamu itu pasti bisa dan terimaksih juga atas perhatian kamu, soalnya almarhum anak saya pernah jadi penulis juga sama seperti kamu tapi karya dia ga pernah di terima" jelas pak penambal ban.
Aku terdiam dan hanya dapat mendengarkan kisah dari bapak penambal ban tersebut, tak lama dari kejadian kisah tersebut aku buat menjadi salah satu cerpen ku dan ku muat di koran.


Tidak ada komentar: